Jangan pernah berhenti berdoa.
Walaupun dari kata-kata biasa yang terlontar sewaktu mengobrol dengan teman:
"Eh, yuk lah, ada workshop kepenulisan lagi nih di salah satu co-working space di Selatan." Minggu lalu, saya mengajak teman kantor saya yang juga suka menulis.
"Pembicaranya yang ini biasa ajaaa, Naaa.. Lu bagusnya ke acara yang pembicaranya sekelas Windy Ariestanty, dkk."
Saya hanya manggut-manggut saat itu. Entah kapan, entah bagaimana. Level kekepoan saya melaporkan, penulis satu ini adalah spesies traveler yang (kayaknya) jarang menetap di Jakarta. Tapi, sesederhana itu semuanya terjawab beberapa hari kemudian. Nulisbuku akan menyelenggarakan Writing Your Awesome Journey menggandeng Mbak Windy! DEMI APAAAA. Singkat kata, sampailah saya di Comic Cafe, Tebet - sabtu pagi - bersama segambreng manusia-manusia yang dikabarkan membludak demi ikutan acara ini juga.
konon katanya, ini adalah acara Nulisbuku dengan jumlah peserta terrrrrbanyak! Uye! |
A Life Traveller, A Summary.
Kesan pertama, Windy Ariestanty... charming. Ia seakan punya energi yang melesakkan semua pengunjung untuk masuk dan terlibat bersama kisah-kisahnya. Mulai dari Yapen, Maroko dan Kota Biru, Myanmar, pulau kecil di dekat Labuan Bajo (kalau mau tahu informasi detil tentang tempat-tempat yang diceritakan, bisa intip tulisan teman saya di sini)... seakan-akan saya sendiri yang sedang traveling ke sana. She is one of the best story teller i've ever seen. Jujur, lantang dan konyol! Gesturnya, caranya menyisir rambut dengan jarinya sambil ngobrol nyablak dan kadang pake 'sound effect' (apalagi di bagian ia berinteraksi dengan masyarakat sekitar memakai bahasa yang sama-sama tidak dimengerti, tapi bisa nyambung terusss)... pokoknya seru, aja!
Satu yang berkesan, Mbak Windy menunjukkan pada saya pentingnya menjadi terbuka; tidak membungkam diri dan bebas sepenuhnya menjadi diri sendiri. Traveling, berinteraksi dengan manusia-manusia sama halnya seperti membiarkan kita mengenal diri kita lebih dalam lagi. Mengizinkan diri kita terlibat dan membuka benteng. Di situlah interaksi dan komunikasi dimulai. Membuka mata. Traveling, meruntuhkan dinding-dinding dan batasan yang pernah kita ciptakan sendiri agar bisa pulang ke rumah.
Menulis, mendongengkan pengalaman dan rasa, melampaui ruang dan waktu.
"Orang sukanya diberi cerita, bukan diberi tahu. Dan itu berlaku untuk segala umur."
Seorang penulis tak ada bedanya dengan story teller. Menulis, sama mudahnya dengan bercerita. Mengobrol.
Setiap yang membaca, yang mendengar adalah tamu. Tugas kita sebagai tuan rumah adalah selalu memberikan yang terbaik; menceritakan dari sisi diri yang paling true dan apa adanya. Tidak usah sengaja dirunut, tidak usah pula dilabeli apa-apa, karena tidak ada tempat yang ingin dilabeli oleh pengunjungnya.
Menulis tentang perjalanan, membiarkan diri kita ditemukan oleh cerita itu sendiri. Kita hanya perlu menentukan satu premis nya - satu starting point untuk mengeksplorasi cerita kita. Saya umpamakan premis sebagai benang layang-layang. Layang-layang bisa menjamah seluruh langit, ke mana saja, namun kita sebagai penulis lah yang memegang benangnya, memastikan tidak terputus dan hilang arah. Dengan adanya premis, kata kunci, peristiwa kunci, kita bisa menulis 'kronologi' yang lebih fleksibel.
Terakhir, sampaikanlah cerita dengan tepat; dengan cara yang khas. Tulislah dengan sungguh-sungguh... dan jangan pernah berharap untuk menciptakan tulisan yang memukau, karena memukau adalah hasil. Jadi, menulislah dengan buruk, tapi edit-lah dengan baik!
Tan and charming, thank you for the energy, Mbak Windy! |
And A Short Conversation
"Terima kasih buat semua yang udah dateng...."
Nah! Tiap kali mendengar ucapan seperti ini dari MC, pasti muncul pertanyaan yang belum sempat ditanyakan di sesi. Untungnya, saya bisa punya kesempatan untuk 'konsultasi' dadakan bersama Mbak Windy. Terima kasih sudah mengingatkan saya untuk berpegang teguh pada tujuan dan untuk-apa-dan-siapa kamu menulis, menikmati hidup sepenuhnya dan menebarkan pengetahuan dengan cara apapun yang kamu bisa. Saya terenyuh ketika ada seseorang yang mengajak Mbak Windy untuk mengajar baca-tulis. Mbak Windy langsung menyambut tawaran itu, "Hanya itu yang bisa saya lakukan." ujarnya saat itu. Nyessss. Terenyuh, bo.
Saya: "Mbak, kalo traveling gitu, di tempat yang bahasanya ngga dipahami, emangnya ngga takut ditipu atau dijahatin, ya?"
Mbak Windy: "Lho, kenapa mesti takut? Toh, ngga ada tempat yang aman di dunia ini. Kamu mau di Jakarta pun, bisa aja ditipu, toh?"
Juara!
Setiap kali ikut acara seperti ini,
selalu menyulut kembali bara untuk menulis dengan lebih baik lagi,
dengan penuh kesungguhan,
dan entah sesibuk apapun...
tetaplah menulis.
Karena menulis, adalah menuang momentum.
Karena menulis, adalah cara merayakan saat ini.
Credits
Terima kasih banyak kepada Tim Nulisbuku yang menjadikan semua ini nyata, tak pernah lelah menjadikan mimpi-mimpi kami, para penulis pemula, untuk bertemu dengan tokoh-tokoh inspiratif.
Terima kasih kepada Mbak Meutia Ayu sebagai bintang tamu yang memperkenalkan puisi dengan cara yang lebih 'manusiawi.' Semoga ada kesempatan untuk saling berbagi puisi di kelak hari.
Terima kasih Yayasan KEHATI dan pengumuman pemenangnya, dunia memang sempit, saya mendengar nama teman saya, Kingkin Kinamu yang dinobatkan menjadi salah seorang pemenang! Yay!
2 comments:
Akhirnya dinunaikan juga janjinya untuk menulis posting-an ini! Yang paling ring the bell itu pas bagian: menulislah dengan buruk, tapi edit-lah dengan baik! Nice one.
Good post, btw! :)
Hahaha, iyaaa.. thank you for encourage! :)
Post a Comment