Friday, August 22, 2014

Hari-hari Hebat di Belabar 2014: Mementang Busur Baja Trisakti - Tiga Jalan Satu Sasaran

Setahun sudah, dan ini adalah kali kedua saya mencicip dharma yang praktis nan dalam sambil berpesta dalam hingar-bingar keakraban dan kedamaian. Apa yang saya dapatkan dari Belabar selalu menggelitik hidup saya, dalam skala kecil-kecil yang kadang mengantarkan pada penggugahan sesaat—kadang pada penyesalan pula, dengan anggapan masih kurang optimal dalam memberikan effort dalam hidup ini, namun setelah ditilik ternyata begitu banyak yang tidak disadari sudah berhasil dilakukan dengan baik. Apa yang disampaikan Om pada Belabar kali ini pun rasanya tidak jauh berbeda intinya dengan tahun lalu—setidaknya itu yang saya rasakan di awal, namun lamat-lamat... semua yang terdengar, terlihat sama, membawa ke tingkat pemahaman yang berbeda, ada yang sekedar melengkapkan pemahaman, atau pula yang tertangkap sebagai pengertian yang baru—intinya tetap saja berasa seperti kepala saya ditoyor, untung saja kali ini sudah tidak nyut-nyutan lagi. Hehe.. lebih-lebih pada rasa penasaran yang membuncah, kadang berhasil ditenggelamkan kantuk dan diselamatkan kembali dengan beberapa permen atau sesi cuci muka, mengantarkan pada momen ‘Oh..’, ‘Hah?’ dan ‘Wow!’

“Apakah salah matahari dan bulan, 
bila si buta tidak dapat melihatnya?” 

Awal sekali, Om tiba-tiba melontarkan pertanyaan yang berakhir dengan tugas menulis surat apresiasi—yang pada akhirnya menggeliatkan compassion yang begitu menyentuh hati. Well, Om is the expert dalam acara ‘ngerjain’ orang sampai menangis bombay—tangis bermakna sejuta yang menggelegak dari dasar hati, yang entah kenapa melahirkan ketulusan yang terenyuh. Saya juga tidak mengerti, semua yang diungkapkan Om sepertinya tidak menjamin apa-apa, namun rasanya segalanya terjamin! Om selalu mengingatkan bahwa segala kejadian yang kita alami dalam hidup ini adalah rentetan pengalaman, tapi bukan berarti setelah mengetahui ini, maka semua akan baik-baik saja. Sakit itu pasti, tapi kita sendiri yang memilih, mau menderita atau tidak? Rasanya seakan terhenyak dari mimpi, kala seseorang membangunkan kita lalu bertanya, “Jadi kamu mau tidur terus, atau ikut berjelajah?” Tidak ada yang menjamin, dalam penjelajahan ini… entah akan terjatuh atau melayang; terkapar atau terpukau… yang jelas, jangan lupa bahwa kita selalu punya kebebasan memilih, untuk in charge terhadap segala yang terjadi. Kebebasan untuk merespon dan bukan lagi bereaksi, dengan mengembangkan atensi dan kepedulian terhadap orang lain.

meditasi pagi yang paling berkesan: open channel, warm heart, dan untuk segalanya... welcome!

Lalu Om mengajak kami memeriksa, mengerik isi sutta-sutta yang awalnya mengernyitkan dahi setiap peserta, mengerutkan kening saat sesi diskusi yang acapkali heboh akan pendapat dan komentar, dan berakhir dengan penjelasan Om yang membuat kami mengangguk pelan—masih dengan jidat yang agak keriting—tak jarang berlanjut sampai ke ruang belakang Baktisala, setelah jam 10 malam! Apalagi setelah topik Amastaka, yang terseret-seret sampai ke dalam mimpi! Masih tercengang, masih terpaku, masih… tidak mempercayai bahwa saya bisa menyentuh dan merasakan amastaka, walaupun hanya sejenak—seperti analogi babi licin, di saat rasanya sudah terpegang, tapi ternyata tidak. Seperti mengerti, namun seperti tidak mengerti pula. Lagi-lagi, itu tidak jadi masalah, imprint sudah tertanam, setidaknya kala segala emosi muncul sampai rasa-rasanya tak tertahankan, saya cukup mengangkat telunjuk ke depan wajah saya sambil menanyakan diri sendiri, "apa ini?", "siapa ini?" lalu ego... sense of i... rontok perlahan. Tidak mudah, bila dilakukan secara berlebihan akan mengancam kejulingan (haha, kidding anyway!), namun efektif untuk membuat kita tenang sejenak, lalu menimbang kembali tindakan yang lebih tepat. Karena amastaka, karena tidak bisa melihat siapa sebenarnya yang dianggap 'saya' ini, saya merasa lebih dekat dengan diri sejati saya. Di saat bersamaan, juga dengan semua yang ada di sekitar... mungkin pula bukan lebih dekat, namun tak berjarak. Dengan begitu, anjuran tentang menjadi bermanfaat bagi orang lain; mengembangkan kepedulian dan cinta kasih tak berbatas menjadi masuk akal. Ah, saya masih tercengang. Banyak pertanyaan yang dulunya menghantam benak saya bertubi-tubi, seakan redam dan jadi sunyi, saya kira mereka pun sudah menemukan 'rumah'-nya.

Kadang saya suka merasa bersalah, mungkin lebih tepatnya gemas dengan cara pikir sendiri. Suasana Belabar ini seakan jadi candu, bertemu dengan Om dan teman-teman yang begitu nyaman, seakan segala kondisi buruk yang selalu kita khawatirkan di luar sana tewas begitu saja. Nyaman, sampai-sampai kami tidak peduli dengan waktu tidur yang sudah berdemo. Hangat, karena dipeluk oleh suara tawa yang berasal dari 3 generasi. Aman, bahkan nyanyian jangkrik dan letupan kembang api yang tiada henti pun terdengar begitu menawan. Bebas, semua teman-teman menunjukkan sisi terbaik mereka—tidak berpura-pura dan apa adanya. Candu yang mungkin menyehatkan, karena menjadi pengingat dan tekad bagi saya, bahwa setelah saya kembali dari Belabar, saya tidak mungkin menjadi orang yang sama lagi dengan saya yang dulu—nyatanya semua memang hanya berupa pengalaman, bukan? Dan kita, punya kapasitas dan pilihan untuk mencipta pengalaman, whatever we want it to be!


belabar kali ini lebih berwarna karena dilukis dengan kehadiran anak-anak,
dan tentu saja tawa riang mereka yang khas!

Belabar membuka banyak sekali kemungkinan tentang apa yang dulunya saya pikir terletak nun jauh di sana. Tentang nibbana, yang berarti keadaan pikiran yang bebas dari lobha (ketertarikan; kelekatan), dosa (penolakan), dan moha (delusi). Sebenarnya, kita seringkali mencicip nibbana berjangka sedetik dua detik, yang sangat cepat menghilang begitu muncul keinginan kita untuk mempertahankan keadaan seperti itu agar berlangsung selamanya. Ini tentu kabar gembira, karena berarti saya bisa 'bikin' kondisi untuk mencicip nibbana, dong! Begitupun dengan magga alias jalan yang ditunjukkan Buddha. Buddha memberitahu cara untuk mengalami nibbana, karena menurut Buddha cara tersebut works for him. Kita pula-lah, yang membuat jalan kita sendiri—balik lagi, karena segalanya adalah first person experience dan kita pun hidup di 'alam' kita sendiri.

"Mendapatkan sesuatu, kehilangan sesuatu, 
mendapat nama baik, nama buruk, 
dicela, dipuji, 
mengalami sukha dan dukha. 
Inilah delapan loka dhamma berpusarnya dunia, 
dan berpusarnya dunia adalah seputar delapan loka dhamma ini."

Sutta Lokavipatti: Berpusarnya Dunia
Dutiyalokadhamma suttam
[Anguttara Nikaya 8.1.1.6]

Saya pernah mendengar, less knowledge is dangerous. Lalu, pengetahuan mengenai hal ini sungguh mengherankan, sekaligus melegakan. Heran karena sutta ini seperti tidak menawarkan jalan keluar, ‘hanya’ memberi tahu apapun sebagaimana adanya, 8 mata angin yang membuat 'alam' kita berputar. Cara menanggulanginya pun cukup sederhana: bila mengalami hal baik, ia tidak mendambakannya; bila mengalami hal buruk, ia tidak menolaknya. Dengan begitu, nibbana bisa dirasakan sekarang dan saat ini juga. Persis seperti bunyi dhammanussati yang sering kita lantunkan: dhamma bisa dirasakan dan dikenali seketika, di sini dan saat ini, secara langsung karena seketika itu pula kita ‘ngeh’ dengan pergolakan batin kita (entah itu adalah pendambaan atau penolakan) serta mengalaminya secara penuh, praktis untuk diterapkan dan dialami oleh mereka yang tahu dan mengerti.

Banyak sekali hal lama yang dialami secara baru, tapi saya senang sekali dengan kata-kata Om setelah penjelasan panjang yang dibungkus dengan, “Now, you know!” Rasanya seperti anak kecil sehabis bermain lumpur seharian, lalu orangtua dengan ringan memandikannya sambil bercerita tentang kisah lumpur dan elemen-elemen di dalamnya, sesekali anak kecil itu mengeluhkan rasa uwek lumpur yang tak sengaja termakan ketika asik melempari gumpalan lumpur ke kepala temannya, atau cacing besar yang membuatnya terlonjak—namun tetap begitu kangen akan hangat kubangan dan tawa teman sepermainan... tunggu, tunggu, ini kisah anak manusia atau anak babi?! Well, terlepas dari kisah yang mendadak lewat di kepala ini, setelah Om ‘memandikan’ kami dengan rentetan pengalamannya (yang menjelma jadi pengalaman kami juga), kami didorong untuk bersenang-senang lagi dalam... lumpur. Haha! Lumpur, kolam cokelat, ruang tak berbatas, apapun! Lagipula, semua itu tergantung bagaimana kita sendiri memaknainya, bukan?

Setiap gurat senyum, cara Om membuat bunyi dari bibirnya yang sedikit memiring sambil berkata, "exactly!"—kadang dengan lengan terlipat di dada dan satu tangan lainnya yang menopang dagu, tiap humor yang keluar bersamaan dengan bahak kami, semua kehangatan yang membaur ketika Om bercerita kisah haru, raut seriusnya yang charming kala menjelaskan hal-hal 'berat' maupun 'tidak-dalam', segala... segala bentuk pemahaman yang berusaha Om sampaikan dengan bahasa manusiawi beserta bonus contoh hingga kami mengangguk-angguk (atau mungkin tetap melongo, entahlah). Untuk segalanya, lagi-lagi saya bersyukur, untuk dipertemukan dengan pengalaman seperti ini.
Oh ya, satu lagi, mata Om yang terpejam, larut dan hanyut di tiap pagi kami melagukan paritta—kadang saya suka mengintip... lalu diam-diam tersentuh. Terima kasih, Om. Terima kasih untuk semuanya, rentangan tangan dan pelukan hangat, nasehat yang pekat akan ide untuk menjadi lebih kreatif dan skillful, to do my personal best with multiple confidence, more compassionate, and of course, beneficial with an open heart!

senyum ini, seakan menjanjikan pertemuan, yang tidak perlu dinanti-nanti,
seakan membahasakan petualangan-petualangan yang sudah siap menanti,
lalu ketika waktunya tiba lagi,
kita semua bisa bersama-sama merayakan dalam berbagi.
dari lubuk terdasar, yang seringkali tersentuh dan terenyuh,
terima kasih banyak, Om Salim.


thank you, a lot, belabar 2014.
i learn a lot,
laugh a lot,
touched a lot,
reflect a lot.

"good is not always good, bad is not always bad."
Punya hati yang selalu terbuka, apapun yang terjadi,
dengan begitu tidak akan gentar menghadapi apapun,
dan mengerti bahwa segalanya indah seperti adanya.


photo courtesy : here
Welcoming you to read Belabar 2013 too, for more inspiration.

Tuesday, August 12, 2014

Girls' Talk in the So-called Company.

Jadi, saya sudah merencanakan akan menceritakan buanyak sekali kisah seru yang gila-gila bagai gula-gula, yang gokil bagai ditimpuk kerikil, yang saya alami beberapa bulan terakhir. Siapa bilang bekerja itu tidak bisa dilakukan dengan fun dan penuh candaan dodol?! 
Ya, awalnya kami kira, begitulah nasib kami, akan terperangkap dalam office hour dan berpesta dalam semarak kendaraan ramai di daerah kuningan sewaktu pergi dan pulang kantor (sampai akhirnya kantor kami pindah gedung ke suatu mall), makan siang sambil kebingungan mencari-cari makanan apa lagi yang bisa (alias layak tanpa harus berpanas-panas ria) untuk kami makan (sampai akhirnya kami memutuskan untuk membawa bekal dari rumah; hunting makanan di mall atau sekitar; atau tukar-tukaran lauk masing-masing). Setelah semua yang kami lalui di kantor ini, saya jadi percaya bahwa hobi dan pekerjaan bisa dijalankan bersamaan; kalau beruntung, kita akan bertemu dengan orang-orang yang 'mengerti' dengan diri kita sepenuhnya, tidak sebatas rekan kerja semata, tapi benar-benar sebagai sahabat yang bisa berbagi dan mengomentari, sebagai kakak pemberi saran akan masa depan dan pekerjaan seperti apa yang sebaiknya kami cari berikutnya (karena pekerjaan yang kami lakukan di sini hanya berstatus freelance), dan juga sebagai nenek-nenek yang bawelnya ampun-ampun-deh-sampe-menyembah-nyembah-deh. Orang-orang yang saya temui di sini, terutama yang tiga teratas adalah mereka yang sangat apa-adanya, memang sih ada yang 'memakai topeng' juga, tapi dengan mengakui bahwa ia memakai topeng, bukankah itu sudah membuktikan bahwa ia cukup berani untuk menjadi apa adanya?

Baiklah, mari dikupas satu persatu, anggap saja kamu membacanya sambil mengupas bawang merah dan mengunyah permen karet. 
Santai aja, cuy.*
*berhubung ini adalah rahasia perusahaan, maka saya akan mengganti nama mereka sesuka hati saya. :D

1. Si Penggalau Sejati
Kalau tidak kenal dengan manusia yang satu ini, maka bisa dengan cepat menyimpulkan bahwa dia adalah orang yang pendiam dan kalem. CIH. Untung saja saya sudah mengenalnya sejak awal masuk kuliah, dia adalah anak bungsu kesayangan (dan tentunya juga sangat menyayangi) keluarganya yang seringkali datang membawa makanan (terutama sarapan) ke kantor dengan gayanya yang centil: mengibaskan rambut, menggoyang-goyangkan poninya yang 2 bulan terakhir baru dipotong setelah contemplating dalam jangka waktu yang melebihi tahun-tahun masehi, mengerjap-ngerjapkan mata di balik kacamatanya itu dengan sok polos (dan tentu saja akan membuat kami semua ngakak kalau dia sudah melepas kacamatanya, lucuk!), mengerucutkan bibirnya yang jelas sudah monyong, memutar-mutar rok girly-nya dan sering mengeluhkan saya yang makannya paling telat, ke toiletnya paling lama, tapi ia tidak pernah meninggalkan saya (kecuali ya, kadang-kadang). Salut! Hahaha.. 

Ia sering sekali bercerita tiap pagi, yang dimulai dengan "Eh, tahu ngga, sih?" lalu cerita pun mengalir random, mulai dari supirnya, emaknya, ngko-nya, temen-temennya, TETANGGAnya (eh, sori, capslock-nya kepencet, muahaha!) sampai cowok kece yang tak sengaja ditemuinya di busway. Oh ya, satu lagi yang tidak boleh dilewatkan, tentu saja penggalauan abadinya tentang kosmetik korea mana lagi yang harus ia beli, entah karena diskon atau warnanya bagus. Terutama lip tint, yaowoh deh! Di balik segala kekonyolan yang tercipta dari percakapan dan pekerjaan kami, i do really grateful for having such partner, partner pulang kantor bareng, partner menggalau di sepanjang jalan pulang (which is kadang-kadang obrolan kami yang ngalor-ngidul entah-sejak-kapan bisa mendadak menjadi serius dan meaningful, we talk about everything! Mulai dari harga banyak barang di mall dan website belanja tentunya, pasangan impian, keluarga, persahabatan, semuamuanya!
I found it was not easy to found a friend whom you can honestly tell about your opinions about everything, but thankfully she is one of the kind (jiah, korea lagi, maaf deh. hahhaha). Ngomong-ngomong korea... ah, sudahlah, mari kita bahas tokoh nomor 2.

2. Si Muka Datar Pemilik Segala Ekspresi
Pertama kali saya mengenal manusia ini, saya pikir ia hanyalah kakak-kakak biasa dengan hidup biasa saja. Tapi, setelah kami 'nyambung' gara-gara nonton drama Aa' Do alias Do Min Joon (You Who Came from Another Star)... baiklah, dia adalah kembang api! Hahaha.. Sampai sekarang, saya masih sering dibuat sakit perut karena keseringan ngakak melihat tampangnya yang bisa berubah-ubah sesuai kemauan yang punya. Astaga! She has countless priceless expressions on her face! Ditambah dengan celetukan asal yang spontan dari mulutnya, lengkaplah sudah penobatan kami akan Mr. Bean versi cewek yang paling canggih! Kadang, kalau ia sudah memasang headset, pasti akan terdengar lagu-lagu korea, mulai dari yang baheula sampai yang paling in yang ia nyanyikan dengan urat malu terputus, tentu saja ia punya partner in crime yang menyanyikan versi lagu inggris, rekan kerja cowok satu-satunya di ruangan kami. Oh Em Ji, Hello! (HAHAHA).

Ia adalah music bank berjalan, pemabuk korea yang sampai wallpaper desktop-nya punbergambar cowok-cowok korea yang bergiliran nangkring, sesuai mood dan edisi yang bersangkutan, mulai dari yang imut-sampai yang macho. Lengkap kap! Tapi, walaupun demikian, ia adalah orang yang jarang sekali saya temukan di muka bumi, ia memiliki banyak sekali kosakata indonesia (maupun inggris) yang membuat saya berdecak kagum dan terpesona! Kalau kami menemukan padupadan kalimat sulit di sela-sela pekerjaan, cukup tanyakan saja pada ibu satu ini, voila! Langsung tersulap kata-kata sederhana tapi enak didengar! Wooohoo.. and one thing to admire from our process of this 'light friendship' adalahkami yang mengetahui bahwa ia adalah newly wed, cerita-cerita seru penuh makna tentang membina keluarga baru, keinginannya untuk hamil begitu melihat teman-teman dan tetangga yang sudah menggendong bayi—sampai-sampai menaruh wallpaper anak korea—sampai akhirnya hamil beneran!! Omg, such a touchful happiness :')
Anyway, dia juga suka menaruh banyak barang kecantikan korea di meja kerjanya beserta sebuah cermin, yang sayangnya selalu disabotase oleh makhluk nomor 3 yang akan segera tiba ini...

3. Si Shopaholic yang Alergi Sana-Sini
Awalnya, saya mengenal manusia ini karena sering sekali berada di meja resepsionis dan asik ber-skype-an pakai bahasa inggris. Pikirnya sih hubungan pekerjaan, eeeh malah pacaran ternyata! But, we do impressed by her and her boyfie's story yang bela-belain dateng ke Jakarta sampai sakit, dan sempat main ke kantor kami juga. Well, setelah itu, manusia (sok) ramah ini akhirnya saya kelompokkan menjadi ibu-ibu resik yang doyan makan bayam (but i found out, itu ternyata karena dia juga bohuat sama mbak-nya yang masakin), daaan.. terakhir, ternyata dia mirip banget sama saya! Saya tidak bisa melupakan masa-masa kami bercerita layaknya tidak ada yang mengerti (tentu saja, kami kan cuma mengobrol bertiga, dengan seorang lampu yang lebih mengerti lip tint warna orange, hahaha uppss!), tentang konser, the moffats, boyband-boyband yang eksis di tahun 90an, mantan pacar, hobi dan kesukaan, idealisme, cara memandang hidup, masa-masa sekolah, dan banyak hal lain yang saya pikir tidak bisa dijangkau sembarang orang. Dalam oh dalam. Hahaha..

Ia adalah penasehat yang baik, yang mendorong kita untuk hidup lebih sehat dan berprinsip (walaupun kadang bikin keki), serta nyolotnya minta ampun. Lama-lama, saya berhasil mempelajari sifatnya yang tidak-pernah-merasa-bersalah, berhak-atas-apapun-milik-orang, dan tentu saja semua itu dari sisi lucunya! Siapa coba, siapa yang berani balas memarahi kita?! Siapaaaa?! *jangan lupa, melotot!* hahaha.. tapi belakangan ini, ia tidak berkutik sama ibu hamil, ah such a reliefIa juga teman belanja yang baik, tante yang gila merk, yang sebentar lagi akan meng-upgrade hidupnya ke Minnesota! Tentu saja saya mendoakan yang terbaik untuk masa depannya, yang jelas-jelas udah cemerlang! Amiiiin! Di sana, hanya satu pintaku, Mak, Puhlease, jangan nonton sinetron dan berbicara seperti tokoh hello kitty lagi! Aku mohon sambil berderai airmata! :')) Hahaha..


Lalu, Si Lain-Lain yang Tak Boleh Ketinggalan.
Selain itu, masih ada beberapa teman kantor yang kalau dibahas akan membuat keriting jari. Sebut saja salah seorang kakak dengan penyakit narsistik yang sudah amat sangat akut, belakangan ini ia mencoba gaya rambut terbaru dan masih saja selalu menyempilkan kata-kata "tapi, gantengnya kayak gue dong." di hampir setiap pembicaraan kami mengenai cowok ganteng korea dan sekitarnya, kami pun sudah lelah berusaha menyeretnya kepada kenyataan sebenarnya, kelakuan yang sungguh membuat mata kami menyipit. Kelakuan oh kelakuan. Setahu saya ia adalah penginap setia ruang kantor yang belakangan ini membawa serta banyak sekali perkakas dapur untuk kelangsungan hidup. Well, bagaimana pun juga, ia adalah penggemar drama korea dan segala jenis film yang entah-bagaimana-berhasil ia download, salut! Semoga keinginannya buka warung masakan jepang segera terpenuhi ya!

Tidak lupa juga dengan seorang ibu-ibu royal nan cablak, yang selalu bertanya-tanya akan keberadaan kita, "Mana ke dua tuyul itu?" dengan entengnya. Kami, bagaimanapun, sangat kagum dengan pandangan hidupnya yang simpel, realistis, yang tetap dipresentasikannya dengan easy going dan... nyablak. Udah ngga ketemu kata yang lebih cocok daripada ini deh, haha! Dengan rokok yang disulut lagi dan lagi (oke, saya belajar untuk tidak percaya sama kata-katanya, "Udah, sini dulu aja, sebatang lagi deh, sebatang." yang lebih baik diartikan sebagai "mari-kita-kabur-duluan-aja." hahaha!). Saya salut dengan gayanya yang tidak neko-neko dan berterus-terang. Kalau sudah membicarakan ibu ini, pasti pikiran saya langsung terbang pada seorang manusia IT yang-bisa-segalanya. Mulai dari memperbaiki internet putus, sampai nge-hack QQ account orang! Lulus di kampus yang sama dengan kami (dengan jurusan IT pula), wajar saja kalau dia sangat songong, membuat kami acapkali teringat dengan teman sekelas kami dulu. Kata-kata maupun candaan yang meluncur dari mulutnya sudah setaraf boss di game-game online, tajam tapi kadang banyak benernya. Untung saja dia sudah kehilangan kekuatan sejak teman satu geng-nya, om-om berponi super panjang yang suka banget sama JKT48 menghilang untuk sementara waktu. Tidak lupa juga, seorang bapak yang tengah menunggu kelahiran anak pertamanya, yang membuat saya salut akan pengetahuan muslimnya yang keren. Oh ya, dan seorang kakak penggila travelling yang kerja hanya untuk cuti (baca: berpetualang) hahaha.. apalagi coba! Cool!

Ah, sudahlah. Nostalgia sekali, berhubung sekarang masa kontrak kerjaan kami sudah berakhir di sana, no matter how we wanted to stay, well, we do believe we have better places to see, to be with! Yang paling penting dari sebuah perpisahan, tentu saja adalah menghitung ulang akumulasi momen yang sudah kita ciptakan dengan sukacita, dong! 
And again, i feel grateful to look back and see, how many beautiful, fun yet fascinating moments we've been created, terima kasih sudah membuat saya mengenal diri saya sendiri lebih baik melalui kalian, memberi saya kesempatan untuk menginspirasi (walaupun awalnya saya ragu-ragu), dan juga untuk segala bahak yang masih saja berdengung di kepala kita—yang bisa dipanggil kembali kapan saja—saya senang sudah membagi waktu bersama, dengan sekerat roti, dengan sepotong imajinasi, dengan berbongkah-bongkah kekonyolan dan kekocakan, secuil kata-kata bijak, segentong kata-kata bijak yang akhirnya meleset menjadi ledekan yang telak menghantam hati kami—sakitnya tuh di siniiiiii—dan juga segala makanan yang pernah kita bagi bersama!

Cheers for our keep-in-touch promises!

Let's stay sweet, and having colorful days ahead!