Saturday, May 26, 2012

Dhamma Review : Ven. Thubten Chodron @ Ekayana Grha : Working with Anger

This time, i wanna write a simple review about Dhammatalk held by a Temple at Jakarta, Ekayana Graha. The title is "Working with Anger"

Yap, introducing a very kind yet full of gentleness; Venerable Thubten Chodron.

She was specially invited by Ekayana Graha Jakarta, Indonesia, for celebrating Vesak 2556 B.E, and i really had a great karma to met her in person and to join the Dhammatalk. Here there are, some substances i've absorbed, hope this article can give you all such an inspiration to be a better person and have a better life. anyhoo, i'll explain in Bahasa. (mix with english a little bit--because, really, she's very bule. you won't get the essence without pure english! hahaha!)

tentang kritik, marah, dan dirimu sendiri
 
Kesan pertama saat melihat Venerable Thubten Chodron adalah: ia benar-benar tipe wanita yang sangat damai, penuh senyum, dan sangat natural. Ia mampu melontarkan guyonan yang segar dan tertawa ngakak setelahnya, menguasai story telling technic tingkat dewa, sehingga kontan saja perhatian tertuju kepadanya, (i realize so many west-monks could did it very well and it just awesome!) serta yang paling penting, esensi dari dhamma yang ia sajikan sangat aplikatif untuk hidup sehari-hari kita, terutama dari segi mengontrol emosi.

Dhammatalk ini dibagi menjadi 3 malam, tepatnya pukul 7 sampai 9 malam di Bhaktisala utama Vihara. Selain itu, juga ada sesi khusus setengah hari yang ditujukan khusus untuk Wanita (supaya kita bisa bertanya hal-hal yang tidak begitu nyaman kita tanyakan kepada Bhiksu pria). Bertemakan "Working with Anger", Venerable membuka nya dengan "kritik". Ya, kita semua tidak suka dikritik, karena kita belum mengenal diri kita sendiri. Mengapa? Kemarahan akan kritikan orang bisa muncul karena kita tidak menerima pandangan orang lain. 
Venerable memberikan sebuah analogi yang sangat gampang dicerna : Bila seseorang berkata, "Hey! kau memiliki hidung yang sangat besar sekali!" dan hal yang paling simpel yang harus kita lakukan hanyalah berkaca dan meraba wajah kita, kalau benar ada hidung di wajah kita, ya sudah, kita bisa menerimanya karena itulah diri kita. Sebaliknya, bila seseorang berkata, "Kau punya dua tanduk di kepalamu." Raba saja kepalamu, kalau tidak ada, untuk apa harus uring-uringan dan marah atas perkataan orang lain yang tidak benar mengenai kita?

Gampang sekali untuk dipraktekkan, bukan? Hanya mengenal diri kita sendiri, dan semuanya menjadi lebih mudah. Demikian pula bila ada orang yang berkata-kata buruk tentang anda, tanyakan pada diri anda sendiri, lihat motivasi apa yang mendorong anda melakukannya.

Lalu, Venerable menyinggung tentang cara menghadapi kritikan. Mudah sekali, cukup sadari bahwa kita sedang menerima karma buruk. Dan cara untuk tidak menerima karma buruk itu adalah : tidak menimbulkan sebab. tidak mengkritik, intinya. :p

Yang juga tak kalah menariknya adalah, Venerable membahas tentang 'blaming.' Entah menyalahkan karena emosi kita yang naik meletup-letup (dan kita sendiri juga tidak ingin disalahkan untuk kesalahan yang telah terjadi), "We make ourselves powerless by blaming and unresponsible." Atau karena kita sudah terjebak dalam satu situasi dimana kita merasa tersudut dan tidak bisa melakukan apa-apa, sehingga muncullah "ini semua salahku." dalam hubungan rumah tangga anda, misalnya. Coba bayangkan deh, apakah kita sehebat itu? Apakah kita sebegitu hebatnya hingga bisa melakukan SEGALA kesalahan itu tanpa pasangan kita? Jangan sombong. Sama juga dengan orang lain, mereka pun tidak sehebat itu sampai-sampai bisa melakukan segala kesalahan tanpa kita. Jadi, intinya, introspeksi diri dan tanggungjawab lah.

Dan yang ini benar-benar menyentuh saya : Venerable menjelaskan tentang kemarahan. Seringkali, kita marah-marah tanpa sebab yang jelas dan melampiaskan nya ke orang-orang sekitar kita. Marah itu boleh, tapi haruslah tahu kenapa alasannya : kita punya kebutuhan dan itu tidak tercapai. Dan hal yang sepatutnya kita lakukan adalah membicarakannya kepada orang yang bersangkutan. Oke, apabila saat itu kita belum memiliki emosi yang stabil, katakan saja, "Aku butuh waktu untuk sendiri." Setelah itu, perbincangkanlah. Katakan apa yang anda butuhkan, apa itu adalah rasa hormat, teamwork, penghargaan dan respek...apapun. request kepada mereka bahwa kita membutuhkan pertolongan mereka. Tapi ingat, jangan menyertakan emosi didalamnya. Sampaikan dan komunikasikan dengan sehat. Dan yang tak kalah penting dalam berkomunikasi adalah, itu tidak hanya keluar dari mulut kita, namun pikirkanlah juga apa yang lawan bicara kita inginkan, pikirkan kebutuhan dari lawan pihak. (inilah yang saya suka dari budaya barat, mereka begitu terbuka, dan itu mengurangi miskom.)

mengontrol emosi bagi wanita (even when PMS comes)

Nah, sesi terpisah ini lebih mengarah kepada kebutuhan wanita pada dasarnya dan how to deal with it.
Sebagai wanita, kita seringkali lose control dalam menangani emosi kita, terutama di saat menstruasi, acapkali kita uring-uringan ngga jelas, emosi yang naik turun dan mudah sekali terpancing,seperti permainan Yo-Yo! Bukankah sangat menyenangkan untuk menjadi orang yang tidak terpengaruh emosinya dengan apa yang terjadi di sekitar? Bukankah sangat menyenangkan untuk menjadi orang yang tidak naik turun emosi nya seperti Yo-Yo?
Caranya ternyata gampang saja, cukup sadari. Cukup sadari saja bahwa ada hormon yang bekerja disaat kita PMS (Pre-menstruation syndrom) atau saat menstruasi sekali pun, dan kita tidak harus bereaksi. 
"This is just something that the body doing, so what?
Bad things happen because we take our emotion so seriously."
Kita tidak harus terlibat dalam pergunjingan emosi itu, kan? Dan yang paling penting adalah, kita tetap bisa melakukan kebajikan dan memancarkan cinta kasih walaupun kita sedang sakit. Seperti kata Venerable, "Praising the other people and it will be very wonderful to see that you can bring out other's inner beauty."  Ah, so sweet :3

Wanita, yang identik dengan sapaan "Ibu" pun memiliki banyak sekali peran dan tanggungjawab, salah satunya dalam tumbuh kembang anak. Banyak sekali yang saking merasa bertanggungjawab nya, sampai-sampai tanpa sadar berubah orientasi nya menjadi mengontrol anaknya secara berlebihan. Namun, anda tidak bisa mengontrol orang lain, walaupun itu adalah anak anda sendiri. Mereka memiliki karma mereka sendiri, dan ada hal yang harus mereka alami sendiri. Tugas sebagai Orangtua hanyalah menyiram bibit karma baik mereka, atau dengan kata lain adalah mendukung mereka untuk senantiasa dan terbiasa berbuat kebaikan. Ajarkanlah mereka tentang cara mengatasi frustasi, karena mereka tidak mungkin bisa mendapatkan semua yang mereka inginkan, dan dengan begitu, mereka bisa menjadi orang yang baik.

Wanita, yang kerap dipanggil "Ibu" pun memiliki banyak sekali peranan, sebut saja mengurus rumah tangga, mengantar anak sekolah dan les ini itu, mengikuti arisan atau acara organisasi, dan sebagainya, dan sebagainya. Oleh sebab itu, wanita kadang sulit sekali melepaskan diri dari semua kewajiban itu barang  sehari saja, dan seringkali merasa kecapekan. It's definitely nothing wrong to say: "I'm exhausted. I can't do that, i'm sorry."

Kadang, Ibu juga dipusingkan dengan anak-anak yang berantem, dan acapkali melerai anak-anaknya dengan marah. Ini sama sekali tidak membantu, karena energi kepanikan dan kemarahan kita menular kepada anak-anak, dan membuat mereka semakin menjadi-jadi. Cukup lerai saja mereka dengan tenang, santai, namun tetap stabil. Jaga energi cinta kasih untuk selalu terpancar dari mata anda, lalu tanyakan kepada mereka apa yang sebenarnya terjadi.

Disini, Venerable menceritakan cerita seorang ibu rumah tangga yang ingin sekali ikut retret di Vihara selama 10 hari, namun sangat gusar dengan rumahnya karena waktu itu sudah dekat natal. Ia menggusarkan acara natalan yang selama ini selalu saja ia organisir, bagaimana dengan suami dan anaknya, saudara-saudara nya yang selama ini selalu merayakan malam natal dirumahnya, dll. Tapi, karena terus diyakinkan, maka ia pun akhirnya berani 'minta ijin' ke keluarga nya untuk ikut retret (that's mean tidak ada email, sms, bbm, dll). Dan, setelah retret usai, ia menemukan bahwa sebenarnya suami dan anaknya juga oke-oke aja tuh, mereka bisa mengurus diri mereka sendiri. ;)
"You mentally think that the family can't do anything. But, everything is okay. Regulate your time to do something you enjoy."


Overall, dalam rangkaian Dhammatalk ini, dapat disimpulkan bahwa esensi yang penting dalam mengontrol emosi kita adalah diri kita sendiri, sedalam apa kita mengenal diri kita, bagaimana cara kita mengkomunikasikan kebutuhan kita kepada orang lain dengan cara yang penuh welas asih, dan menyadari bahwa segala sesuatu sebenarnya tidaklah serumit dan sesulit itu, hanya kita sendiri yang lebay dan akhirnya tenggelam dalam kekhawatiran.
Just relax, and everything is really okay. :)

"Orang lain menyalahkan, mengkritik, dan berbuat jahat
bukan karena mereka bahagia, kan?"
(Venerable Thubten Chodron)

 
FYI, Ven. Thubten Chodron ada sebuah pusat pelatihan retret yang menerima orang-orang yang ingin berlatih meditasi selama jangka waktu tertentu, dengan segala keperluan konsumsi dan tempat tinggal yang layak. Dan saat ini, mereka membutuhkan dukungan materi untuk membangun Hall yang dinamakan Chenrezig Hall ( Chenrezig : Kwan Im dalam sebutan Tibetan) agar dapat menampung lebih banyak orang lagi untuk berlatih. (saat ini, mereka menerima kira-kira 100 orang dalam sebulan).

Sravasti Abbey
692 Country Lane
Newport

for further info, please go to :
www.sravastiabbey.org
www.thubtenchodron.org
www.asteptowardspeace.org

No comments: