http://gadispenjajakata.files.wordpress.com/2013/04/paper-airplane-peteniehoff.jpeg |
ternyata bebas dan terikat
hanya bersekat tabir tipis tak kasat mata
begitu halus, begitu rentan
namun demi bebas dari keterikatan
kau menyakiti banyak udara yang kau hirup
berdarah, lalu mengoreng menjadi bekas luka
kau bantai setiap kata yang berusaha menghalangimu
lalu bergesa menuju langit yang katamu tak berbatas
setelah langit ke-7, lalu ada apa?
apa lagi yang kau cari?
kau mulai mendamba,
merindukan rumah
tempat konon katanya menyimpan erat kehangatan itu
bahkan mengepul melalui cerobong asap Ayah mu
mengepul pula dari panci tempat Ibu mu biasa memasakkan sup kesukaan
yang kau makan hingga ingin muntah
namun, perjalanan pulang ke rumah butuh waktu
sama lamanya seperti kau dulu belajar terbang dan melesat ke awan
dan kau lagi-lagi menggenggam hatimu terlalu kencang
menghunus setiap derai airmata untuk membunuh rindu itu
melesat..berlari..menggapai rumahmu
berharap kehangatan rumah dapat mencairkan kebekuan
akan dinginnya langit di atas langit ke-7 itu
lalu sekarang, apa bedanya bebas dan terikat?
kau hanya ingin mencecap rasa di tengan-tengah itu
rasa menjadi layang-layang
yang talinya senantiasa terpancang di ujung jendela kamar saudaramu
agar bila aroma rindu kembali meruap
kamu bisa mengendusnya dan pulang kerumah,
tepat pada waktunya
tidak tersesat, tidak pula berubah pikiran
"manusia itu aneh."
sekarang kau setuju juga, kan?
tiba-kan aku dalam waktu yang sejajar denganmu
di masa kita tidak perlu bergelut dengan kerangkeng kita
melukai siapapun yang hendak menangkap,
lalu mengembalikan kita pada kerangkeng,
yang katanya aman , lagi nyaman
mereka omong kosong.
kerangkeng sudah sesak oleh mimpi-mimpi kita
yang siap membubung dan meledakkan angkasa
lalu dengan anggun mengkristal ke bumi
menjadi permata,
sebagian menjadi sampah
pemandangan yang indah, bukan?
setelah itu, kami akan patuh
sangat patuh
kembali ke pelukan mereka
menyublim bersama partikel-partikel cinta mereka
mengepakkan sayap dengan perlahan
menghujani mereka dengan rintikan aman dan nyaman
menuju istana kita di angkasa
tempat mereka bisa mengopi sambil mendengar kepakan sayap burung
tempat mereka bisa memasak wewangian penuh aroma kasih
tempat mereka tidak perlu bersedu menatapi kerangkeng kosong kita
ataupun takut kehilangan kita
justru kita selalu ada untuk mereka,
seperti mereka selalu ada untuk kita.
pretty surprised to found out i can write this, haha! |
sedikit puitis memang, tapi renungan ini sudah lama menjuntai-juntai di pikiran saya akhir-akhir ini. tentang punya anak, tentang orangtua dan menjadi orangtua, tentang menjadi anak dan kebebasan itu sendiri.
entah karena pemikiran yang saya perhatikan sudah mulai beranjak dewasa dan enggan bermain dengan fantasi lagi, atau sekedar visi ke depan. Menurut saya, memiliki anak berarti sudah harus bisa bertanggungjawab sepenuhnya dengan apa yang kita lakukan melalui semua indra kita, dengan begitu energi yang terpancar untuk anak kita juga akan baik. Menjadi orangtua berarti sudah harus 'tegap', tidak bimbang dan bingung (tentang apa saja yang akan saya ajarkan dan ceritakan kepada anak saya), dan tentunya penuh cinta.
kalau nanti punya anak
having daughter or son must be so wonderful, and i will prepare myself to be wonderful first.
(yea, saya sudah diketawain sama sodara saya dan teman-teman saya saat berbagi pemikiran saya ini, namun who cares, i want the best for the one(s) that should be having so many 'connections' for me. Ada yang bilang, hal-hal seperti itu akan muncul dengan natural dan sendirinya saat kita sudah menjadi seorang Ibu, tapi tetep aja, i don't want to rely on basic instincts. i knew it exists, but still, it needs preparations.)
Dan saat mereka telah beranjak dewasa, saya akan mempersiapkan mereka untuk melesat, bagai anak panah, dan saat mereka butuh rumah untuk kembali, saya..kita..akan selalu ada disana, menyambut mereka dengan penuh cinta dan kehangatan.
Anyhow, twit Clara Ng dengan sudut pandang seorang Ibu sungguh berkesan:
"I love to see the funny sides, rather than being too serious as a mom. The kids are ruining my life. Let's ruin back their lives!"
Dari cerita yang saya denger (dari berbagai pihak Mama), jadi seorang Ibu tidak selamanya tentang yang manis-manis, namun the interesting part is when you realize that it was you, who learned a lot from your kids.
menjadi seorang anak selama ini
selain itu, sebagai orang yang masih memakai kacamata anak-anak yang sok beranjak dewasa, saya merasa sangat bersyukur sekali dengan semua ajaran yang telah saya terima selama ini (walaupun seiring beranjak dewasa, ada beberapa ajaran yang ternyata salah dan tidak cocok bagi saya, namun i still feel grateful for my parents that had taught me for everything they knew). Dan satu lagi, belum tentu saat saya menjadi orangtua kelak, saya bisa mengajar sebaik apa yang telah mereka berikan kepada saya. As we know, setiap sel kehidupan kita terus berubah, semua unsur kehidupan juga terus menerus berubah, ajaran orangtua kita yang tidak baik juga tidak harus kita sesali (karena apa yang membentuk kita sekarang adalah ajaran di masa kecil), namun cukup disadari dan ingatkan kembali diri kita: "kita sudah dewasa, setiap sel sudah berubah dan kita sudah bukan anak kecil itu lagi. That's why we should never regret for anything bad", dan sebaliknya merangkul semua kesalahan dan penyesalan dengan cinta kasih sebesar-besarnya, yang didalamnya tersimpan pemaafan dan pemakluman. We have rights to love and forgive, and to love again. Saya ingin mengagumi setiap helai rambut yang mulai memutih pada orangtua saya, kulit yang mulai mengeriput dan langkah yang tidak lagi sekuat dulu. Saya akan merawat mereka, dengan sepenuh hati saya, hanya karena mereka berhak mendapatkan semua kehangatan itu.
segala keping pikiran dipungut dari :
* saat meditasi detik-detik waisak 2557 B.E
* dharmatalk"anak-anak itu indah" @ Vihara Dharma Suci
No comments:
Post a Comment