"Manusia begitu sibuk bercita-cita,
hingga mereka lupa apa yang sebenarnya dicita-citakannya."
Malam: "Aku dari tahun 2015."
Pagi: "Kamu mau ke mana?"
Malam: "Aku mau ke tahun 2016."
Pagi: "Tempat seperti apa itu?"
Malam: "Entahlah. Aku tidak lagi rajin melihat ramalan horoskop seperti tahun-tahun sebelumnya. Sudah terlalu lelah untuk prediksi ataupun ekspektasi."
Pagi: "Lalu, kau ini mau ke mana?"
Malam hanya bisa menggeleng, lalu menepi sebentar di sudut kota tempat ia bisa menyesap kopi yang tak terlalu pahit -- mungkin dicampur sedikit susu -- sehingga merenung tidak lagi disamakan dengan menyendiri. Lagipula, bagaimana mungkin bisa menyendiri kala begitu banyak suara-suara dalam benak minta dikeplak layaknya dengung-dengung nyamuk?
Suara-suara itu tak henti-hentinya berkicau, buru-buru ingin menutup halaman terakhir, padahal tak semua berhasil dituntaskan. Lalu kenapa pula aku harus menuntaskannya?
Hari ini, "tahun lalu" terasa bagai lamunan yang sudah menguap di udara terik.
Hari ini, "tahun lalu" terlihat bagai api yang sudah hampir berhasil melumat 364 hari, menyisakan abu dan bara yang sedikit-sedikit masih berhembus.
Hari ini, "tahun depan" terasa begitu dekat. Terjangkau, tapi tidak dengan harga yang murahan.
Hari ini, "tahun depan" terlihat begitu jelas. High definition.
Pagi: "Hai, kamu dari mana?"
Malam: "Aku... sekarang ini berasal dari akhir tahun 2015."
Pagi: "Kamu mau ke mana?"
Malam: "Aku mau ke hari esok. Tapi masih dalam perjalanan. Sambil menikmati perjalanan, aku mau menciptakan janji-janji lagi kepada diri sendiri, yang lebih adil dan lebih menjanjikan."
Pagi: "Janji seperti apa itu?"
Malam: "Janji yang sederhana, seperti... menepati janji itu sendiri."
Pagi: "Jadi bukan mimpi, harapan atau.... resolusi?"
Malam: "Semua hanya tentang penamaan saja, bukan? Intinya tetap saja mengenai... tertawa lebih sering."
Pagi: "Ah, kau ini omong kosong!"
Malam: "Oke, baiklah. Janjinya adalah... mencintai dengan lebih tulus; membiarkan diri dicintai dengan lebih tulus."
Pagi: "Sejenis nelangsa?"
Malam: (tertawa sambil menggeleng samar) "Sejenis kejujuran, untuk menerima keterbatasan diri di satu sisi dan mengekspansi diri di satu sisi lain. Bagaimanapun juga, kita ini manusia yang suka berandai-andai dan juga senang mencapai tujuan. Tahun baru, aku akan menyulut lagi api yang sempat meredup, kalau tidak, apa gunanya menjadi dewasa?"
Pagi: (tersipu)
***
Suara-suara itu pun tak henti-hentinya bermimpi, buru-buru ingin menggariskan segala mimpi untuk tahun depan, seperti memberi nama pada bayi yang bahkan belum lahir.
Hari ini, "tahun depan" terasa begitu dekat. Terjangkau, tapi tidak dengan harga yang murahan.
Hari ini, "tahun depan" terlihat begitu jelas. High definition.
Malam: "Aku... sekarang ini berasal dari akhir tahun 2015."
Pagi: "Kamu mau ke mana?"
Malam: "Aku mau ke hari esok. Tapi masih dalam perjalanan. Sambil menikmati perjalanan, aku mau menciptakan janji-janji lagi kepada diri sendiri, yang lebih adil dan lebih menjanjikan."
Pagi: "Janji seperti apa itu?"
Malam: "Janji yang sederhana, seperti... menepati janji itu sendiri."
Pagi: "Jadi bukan mimpi, harapan atau.... resolusi?"
Malam: "Semua hanya tentang penamaan saja, bukan? Intinya tetap saja mengenai... tertawa lebih sering."
Pagi: "Ah, kau ini omong kosong!"
Malam: "Oke, baiklah. Janjinya adalah... mencintai dengan lebih tulus; membiarkan diri dicintai dengan lebih tulus."
Pagi: "Sejenis nelangsa?"
Malam: (tertawa sambil menggeleng samar) "Sejenis kejujuran, untuk menerima keterbatasan diri di satu sisi dan mengekspansi diri di satu sisi lain. Bagaimanapun juga, kita ini manusia yang suka berandai-andai dan juga senang mencapai tujuan. Tahun baru, aku akan menyulut lagi api yang sempat meredup, kalau tidak, apa gunanya menjadi dewasa?"
Pagi: (tersipu)
Sebetulnya, Pagi ingin segera memunculkan mentari, tapi ia tak bisa. Ia tetap harus menunggu panitia-panitia Pesta Tahun Baru menyelesaikan tugasnya melepas berton-ton kembang api di pinggir pantai, di dekat pohon natal Mall-mall megah, di tengah-tengah kemacetan, kepul barbeque atau kelip bintang.
Sebetulnya, Pagi bisa bersabar, karena perkara kehadirannya sendiri, hanya masalah waktu. Perkara kehadiran tahun 2016 dan segala janji yang kelak ditepati, hanya masalah waktu. Bukankah begitu?
***
Saya sempat mengacak-acak lalu menemukan sedikit partikel dari 2013, sejenis menemukan sisa bara yang ternyata masih mengepul. Saya rasa itu gunanya menyisihkan waktu, sesedikit apapun, untuk menulis:
The so-called 'home' is not always the place where you raised and grew.
It is where you can be fully accepted as a human being,
and also the place that allows you to grow and glow,
to push your limit, to let you fall down, cry out loud but never want to give up.
Place where you are giving your all passionately,
to be the very best of yourself at any time,
with a fairer point of view, to give sincerely.
Place that make you always feel safe, yet make you always on fire...
on catching your own breath.
Well, have a fabulous 2016,
dearest readers!
No comments:
Post a Comment