Perempuan dalam mimpi itu
adalah hujan yang masih bersembunyi di musim kemarau.
Ia lupa, bahwa hujan tidak bisa dipaksakan,
dan pawang hujan sedang mengambil cuti panjang.
Ia lupa, bahwa hujan akan membuat ibukota banjir,
dan dia memang tidak suka memanjat ke gedung-gedung pencakar langit
untuk mengeringkan kakinya.
Ia ingat, masa-masa hujan begitu romantis.
Ia bisa mengarahkan payung ke perempuan yang suka menangis dan takut kehujanan,
supaya punya kesempatan untuk sekedar menjadi pahlawan kecil yang dielukan.
Ia ingat, masa-masa hujan meruapkan wangi yang tak bisa dibeli di toko parfum manapun.
Wangi yang alami dan membunuh ruang untuk kewarasan,
karena yang tersisa hanyalah ingatan yang menipu.
Ia tak pernah lupa, bagaimana kemarau lamat-lamat menerkam,
sebelum ia sempat menyimpan sisa air hujan
dalam botol kaca kelak ia arungkan ke samudra.
Ia tak pernah lupa, sayap-sayap mimpi yang menjadi sayat-sayat,
bagai ayat-ayat yang tak pernah lelah ia ingat-ingat.
Ia tak pernah ingat, mengapa awalnya ia memulai,
semua yang kelak akan dituai,
hingga tiba saatnya kenangan memuai dan menyaru dalam udara.
Ia tak pernah ingat, apa alasannya berjalan sejauh ini,
bersama perempuan yang ia harap bisa menemaninya tertawa dan menangis,
perempuan dalam mimpi itu
adalah hujan yang masih bersembunyi di musim kemarau.
Karena ketika hujan turun,
laki-laki itu baru teringat bagaimana perempuan itu bisa menjadi hujan
yang menenggelamkan segala kegilaan,
yang membekukan segala gemertak gigi yang menggigil.
Sekarang sudah musim hujan, bung.
Bolehkah kau cari-cari lagi payungmu?
Mungkin,
kau masih bisa temukan perempuanmu di batas-batas udara,
di sela-sela deru yang hampir mencapai bumi.
----
Bulan Februari, dan masih saja hujan
hampir menenggelamkan beberapa tempat.
Stay safe, peeps.
2 comments:
Puitis dan keren sekali penggunaan bahasa nya.. jangan lupa kunjungi juga blog ku ga...
http://rismanberkata.blogspot.co.id
Hai, Risman! Terima kasih yaa, otw blogwalking ke blog mu :)
Post a Comment