Wednesday, December 24, 2014

Supernova Movie Review: Dongeng yang Tersesat di Sela Kota dan Puisi

Sudah seminggu yang lalu, tapi kadang puisi-puisi di film Supernova itu masih saja menggerayangi benak. Arghh. Beginilah kalau sudah jatuh cinta berat sama fiksi karangan Dewi Lestari. Ya memang, sedikit berlebihan untuk tidak bisa move on (gimana caranya move on kalau di kantor pun ada teman sejenis yang tergila-gila begini). By the way, pertama kali saya membaca Supernova saat masih kelas 2 SMP, 'novel berat' pertama yang membuat saya susah lepas, bahkan untuk pergi membeli bakmi saja harus ditenteng juga--sampai-sampai Mama saya jadi gemes. Sempat menjadi suka sama fisika untuk sesaat, dan makin kepingin belajar filosofi karena novel ini pula. 

ruang kantor Ferre yang seluas cakrawala
Pertama kalinya juga, jatuh cinta sama tokoh Arwin yang tidak mainstream. Helloooo. Suami mana yang akan dengan rela membiarkan istrinya selingkuh?! Dan pertama kalinya juga meleleh melihat tokoh Arwin yang akhirnya mencinta karena sudah begitu berani melepas. Jadiiii. Ketika film ini tayang di layar lebar, tentu saja saya sudah ngebet abissss kepingin nonton, lebih-lebih pada rasa penasaran tentang bagaimana tokoh-tokoh itu akan diperankan.


eksmud, dan pujangga? antik.

Awalnya sempat ragu dengan Herjunot Ali yang didapuk memerankan Ferre. Rasanya jauuuuuh banget sama gambaran di novel, tapi ternyata Ferre yang 'bergerak' ini cukup melelehkan juga. Namun, disayangkan sekali, akting mereka semua KAKU sekaliiiii. Dialog yang terucap seperti hafalan belaka, apalagi di bagian awal perkenalan Ferre dan Rana. Sempat heran sih, Herjunot Ali dan Raline Shah 'kan sudah pernah main film bareng. Tapi seiring plot yang berjalan, dialog antar mereka pun mulai terlihat lugas dan mengalir. Chemistry yang tercipta juga kena banget, begitu juga dengan Fedi Nuril yang memerankan Arwin, terlihat seperti mas-mas kaku yang berusaha membahagiakan istrinya tapi gagal terus. 

tapi saya tetep demen kok, sama mas :3

Tidak bisa dipungkiri, film ini seperti puisi berjalan dengan pemandangan yang memanjakan mata. Mulai dari kantor megah Ferre, lingkungan cluster Ferre dan Diva, LABUAN BAJO KYAAAAA!, dan juga rumah Arwin dan Rana yang antik nan eksotis, namun suram. Artistik yang menarik, puitis yang romantis. (Halah, apa-apaan ini, terbawa suasana Supernova kan kan kan.)


Pasangan homo yang bisa 'dimaklumi'

Sementara itu, pasangan Ruben dan Dhimas cukup menyayat hati dan membuat saya menggeleng-geleng. Gila deh, akting Hamish Daud dan Arifin Putra bagus bangetttt! Ditambah dengan animasi ketika badai serotonin yang (akhirnya ada juga film indonesia yang ngga mirip sama sinetron silat di indo**ar! haha!) memperindah adegan mereka. Demikian juga dengan kisah Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh yang cukup dramatis dan terlihat hi-tech.

cukup deg-degan di bagian ini. drama abissss.

Ada beberapa bagian skenario yang berbeda dengan novel aslinya. Bagian Arwin yang marah dan menabrak rumah Ferre dengan mobil off-road nya, bawa-bawa pistol dengan kepala mengebul. Haha! Cukup menarik, tapi agak awkward bagi pecinta novel seperti saya. Begitu pula dengan bagian Gio yang sudah saya nanti-nantikan, tapi pria menawan itu tidak muncul sampai akhir film. Argh. Sudahlah, setidaknya scene Ferre yang menodongkan pistol ke kepalanya sendiri dan serentetan dialog untuk dirinya sendiri itu sangat dramatissss and i loooove it so much. Akting Herjunot makin bagus aja nih, apalagi saat dia 'ngomel' ke Rana tentang hubungan mereka di Rumah Sakit. Ferre abissss.


supernova: film yang banjir quote


Quote-quote yang bertebaran di film ini juga kaya pake banget. Melimpah! Sampai-sampai jadi bingung mau inget yang mana, hahaha!

"Kamu mencintaiku dengan tepat, Re." - Rana

"Sudahkah kau benar-benar jatuh, wahai yang sedang jatuh cinta?" - Diva

"Bahkan dalam keadaan yang nampaknya equilibrium atau seimbang, sesungguhnya chaos dan order hadir bersama seperti kue lapis, yang di antaranya terdapat olesan selai sebagai perekat. Selain itu adalah zona kuantum - rimba infinit di mana segalanya relatif, tidak ada yang pasti, hanyalah sekumpulan potensi dan probabilitas."
(credit: http://revi.us/badai-serotonin-fiksi-ilmiah-supernova/)

"Jangan menangis. Aku mohon. Kalau kamu benar-benar mencintainya, aku rela kamu pergi. Aku nggak akan mempersulit keadaanmu. Keadaan kita. Kita sama-sama sudah terlalu sakit. Bukan begitu? Aku mencintaimu. Terlalu mencintaimu. Kamu nggak akan pernah tahu betapa besar perasaan ini. Perasaan ini, cukup besar untukku berjalan sendirian tanpa harus kamu ada. Tidak akan mudah, tapi aku nggak mau membuatmu tersiksa lebih lama lagi. Hanya saja, tolong. Jangan menangis lagi. Aku sudah terlalu sering mendengar kamu menangis diam-diam, dan itu sangat menyakitkan. Aku mohon." - Arwin.

"Lalu, idiot mana yang menulis 'Love shall set you free'? Tadinya, saya pikir, cinta seharusnya menjadi tiket menuju kebebasan, bukan pengorbanan." - Ferre.




Setidaknya, Supernova adalah perekat kangen. Yang kangen, boleh merapat. Dijamin menentramkan hati - walaupun hati masih mencelos karena ngga ketemu Gio sampai akhir cerita. Apa kabar film berikutnya? :')