Tuesday, August 20, 2013

tidak sekedar hitam dan putih lagi.


tidak
aku tidak ingin lagi terkungkung dalam dunia pikirmu
berenang dalam ide-ide fantastismu
tidak pula dengan menenggak isi kepalamu

demikianlah
aku memutuskan untuk bangun
dan bergegas menyambut dunia
yang ternyata lebih berwarna-warni
penuh kasih,
penuh citarasa

bukan
bukan karena lautan idealisme mu yang tak mampu lagi menampungku
bukan juga buah-buah pikir yang kini mulai kupertanyakan

hanya semata-semata karena
ada lengan yang begitu megah
yang membentang menyambutku
menawarkan sensasi kehidupan lain
yang mampu membuat semua bibit di benakku
merongrong dan menjelma
tumbuh berkilau di atas genggaman sinarnya

lalu aku telah kembali
membawakan sinar yang mungkin sedikit silau bagimu
tapi aku yakin
akan terus mampu menuntun kita
menapaki jalan dengan lebih lega, 
lebih lepas
membentangkan sudut-sudut ruang
tempat kita bisa saling menawarkan bahu untuk menangis
dan uluran tangan untuk kembali hidup
menjadi manusia seutuhnya,
menjadi manusia apa-adanya, 
menjadi kita yang sebaik-sebaiknya...


i have my own sunshine
so, i produce my own happiness
and share 'em to everything
and let everything happens on their bests.

Saturday, August 17, 2013

BELABAR 2013 WITH OM SALIM LEE: deliberating!

akase va sakuntanam
seperti burung di angkasa...
terbang tanpa jejak,
merintis jalan tanpa jalur
...sebuah catatan, tentang penyempurnaan.

"BELABAR (BELAJAR BARENG) BERSAMA UPASAKA SALIM LEE."

berusaha mengabadikan ajaran melalui buku catatan ini,
dan pelan-pelan menyuntikkan nya ke dalam hidup sehari-hari.

Kesan pertama yang mengesankan. Akhirnya saya menemukan rumah di mana saya bisa melabuhkan semua dharma yang telah saya petik sejak dulu, karena sangat capek untuk terus memikul semua konsep, teori dan pengetahuan yang sudah saya peluk tanpa mentransformasikan ke dalam kenyataan di dunia saya. Saya akhirnya dipertemukan dengan jawaban.... rasanya sangat lega, sangat bebas, dan tentunya bahagia.

Semua yang terjadi saling bertalian, bahkan kepak sayap kupu-kupu di benua lain juga berhubungan dengan kita. Takjub melihat diri saya sendiri yang akhirnya tidak harus melakukan apa-apa untuk impress other people, takjub melihat manusia-manusia yang begitu indah dan apa-adanya, lengkap dengan kebaikan hati mereka yang tulus dan keceriaan yang membahana di mana-mana. Takjub melihat saya di depan cermin sambil berujar "I'm perfect" tanpa harus ada komentar untuk memperbaiki apapun. 
Dan.. takjub mendapati diri saya dipenuhi dengan rasa ingin tahu yang membuncah, yang akhirnya menjelma menjadi riak yang menenangkan.

Kalau dipikir-pikir, kami hanya memakai waktu 4 setengah hari untuk duduk di dharmasala bersama, mendiskusikan apa yang telah Buddha babarkan 2500 tahun yang lalu, lalu mengaitkan ke dalam hidup kami sekarang. Namun, efek yang sangat ajaib... kepala saya seakan ditoyor berkali-kali. berkali-kali. 
Sampai di hari ke-3, nyut-nyutan. haha! Kami telah sangat lama hidup berdasar atas kebiasaan, dan sekarang semua cara pandang kami diputar, dipelintir dan dihadapkan dengan 'kenyataan' yang lebih nyata dan rasional :
Ternyata apa yang kami lihat selama ini hanyalah persepsi yang segera kita terjemahkan menjadi konsep, yang hanya ada di alam pikir kita sendiri. Contoh pada saat kita melihat buah apel, akan segera mengenalnya sebagai apel, padahal itu hanya bentuk dan warna saja. Lalu lahirlah konsep mengenai apel yang manis, kaya serat (apapun. apapun yang kita ketahui sebagai apel berdasarkan pengalaman kita--dan tentu saja pengalaman setiap orang berbeda-beda) dan langsung men-judge: "apel ini enak." padahal kita belum pernah mencicipi rasa apel yang ini. Demikian juga dengan hidup ini, kita lebih dulu dikuasai oleh asumsi-asumsi mengenai orang tertentu, hal tertentu dan buru-buru melabeli mereka sesuai pengalaman kita, dan menutup kesempatan untuk mengenali mereka sebagai manusia apa adanya. Pelajaran ini mengajarkan saya untuk mencoba melihat segala sesuatu apa adanya, tanpa harapan, tanpa ekspektasi, tanpa ketakutan, dan membuka pintu hati saya untuk menerima sesuatu sebagaimana adanya. 
Banyak. 
Banyak sekali fenomena yang akhirnya lamat-lamat melapangkan pikiran dan hati saya. Tumpah ruah. Bahagia seperti ini terus berpendar, menggelitik dan terjadi dengan sangat sederhana. Bahagia, bebas dari penderitaan ternyata sebegitu mudahnya; saking mudahnya kami sampai tidak mampu mempercayainya. 

Bahagia adalah rasa kenyang yang berkecukupan saat bermangkuk-mangkuk bakmi medan terhampar di sekeliling kita, dan kita tidak harus memakan semuanya sampai muntah. 

Bahagia adalah menikmati suara kembang api yang terus meletus-letus di kala hening malam memeluk--dan tidak lagi merutuk, begitu pula dengan suara dengkuran saat lelap mengetuk. 

Bahagia adalah momen perasaan yang lega, karena tidak harus menghindari kesenangan (yang selalu saya percayai akan membawa penderitaan pada akhirnya), namun menanggulangi kesenangan. Punya kapasitas untuk larut dalam kesenangan itu sendiri tanpa terikat, tanpa menjadikan kesenangan sebagai satu-satunya alasan untuk menjadi senang. 
Meminjam istilah dari Guo Jun Fashi :
"Hidup itu seperti check in di hotel. Kamu mampu menikmati semua fasilitas yang ditawarkan. Ranjang yang empuk, makanan-minuman yang enak, hiburan dan segalanya. Namun, bila tiba saat nya check-out, kamu tahu bahwa kamu tidak bisa membawa pergi semua fasilitas itu. Jadi, nikmati saja."
Bahagia ternyata sebegitu sederhananya. 

Seperti kaos putih polos yang kami kenakan bersama dengan name-tag masing-masing. Bagi saya, kaos putih polos ini ternyata sangat berarti (bukan seperti anggapan saya sebelumnya, "kaos putih polos kan cuma dipakai pada saat acara duka." haha! hey dude, another conception! haha!), namun lebih-lebih kepada pencopotan atribut yang selalu kita kenakan secara berlebihan untuk mencipta identitas masing-masing. Saya bebas dalam kaos putih polos, rambut buntut kuda (yang kadang hanya disisir jari), but who cares? everybody is busying about theirs too. So, here we are. So naturally blended in thing called dharma. hehe :)

I fell in love with this photo. everyone looks so nice in harmony:)
ini adalah kegiatan setiap siang, sharing bersama teman sekelompok
tentang yang diajarkan tadi pagi.

Jadi pas hari terakhir, saat semua peserta sudah kembali 'berwarna-warni', saya sedikit kaget dan perlu beradaptasi lagi. But it's quite fun, karena bagaimanapun, mereka semua adalah sahabat-sahabat lama yang dipertemukan kembali oleh waktu, lalu bersama-sama belajar menapak di jalan yang benar. From the deepest of my heart, thank you. 

we ended Belabar with hugging each other, saying thank you,
and it just feel soooooo peaceful!


Bertemu dengan Om Salim Lee dan ajaran yang Beliau sampaikan adalah berkah untuk bersentuhan langsung dengan kebijaksanaan yang muncul dari kebaikan hati yang tulus. Beliau membuktikan bahwa dharma mampu dipraktikkan dengan sangat manusiawi, dengan kadar yang pas, dan membuat hidup terasa ringan tanpa harus mengikat dan membatasi diri di sana-sini. 


Thank You, Om. For every little amazing things that you've done,
it turned me into a better person with different point of view now.

Kini, para pendekar sudah turun gunung, meleleh bersama semesta mereka masing-masing. Dan apa bekal yang mereka bawa?

  • Menjadi manusia yang aktif dalam compassion. Tidak hanya "semoga semua makhluk hidup berbahagia." namun turut serta dalam menciptakan kebahagiaan itu. Tindakan membantu orang lain yang nyata, aktif, dan melimpahkan semua kebajikan yang kita perbuat kepada orang-orang yang spesifik, dimulai dari orang terdekat dan yang kita tahu.
  • be groundless. tidak bertumpu pada 'cerita' yang terus menerus kita ciptakan sendiri, namun melihat semuanya sebagaimana adanya. Terus bergerak dan mengalami, dari momen satu ke momen lainnya. Life is Fully Experiencing.
  • Everything is all about first person experience."Ada buku resep memasak lontong opor, namun tidak ada buku tentang cara menikmati lontong opor." so, have it your way. Adakan dan siapkan kondisi-kondisi untuk bahagia, lalu bahagia itu akan hadir dengan sendirinya. Istilah "bika ambon" selalu mengena: siapkan saja bahan-bahannya, ikuti instruksinya, masukkan ke dalam oven. voila! bika ambon nya jadi sendiri! bahagia bukanlah tujuan, bahagia adalah keadaan dimana tidak ada lagi kondisi-kondisi yang membuat kita tidak bahagia.
  • Pentingnya bhavana (menumbuh-kembangkan batin) dalam hidup sehari-hari, karena dengan batin yang lebih berkapasitas, kita memiliki lebih banyak opsi dan kreativitas. Meditasi = doing something by doing nothing. Body like a mountain, breath like wind, mind like sky.
  • Thoughts aren't our problem, the problem is thinking. Amati saja pikiran yang berkelebat tanpa memikirkannya. Seperti mengamati dedaunan kering yang berjatuhan tanpa berusaha mengejarnya.
  • Hidup tanpa penyesalan. "Yes, i've done my best. Anytime." 
  • "Apapun yang kamu putuskan semengerti kamu, dengan itikad yang baik dan tujuan yang bersih, itu sudah menjadi keputusan yang terbaik."
  • BERANI MENGHADAPI APA YANG TELAH KITA LAKUKAN & MENGETAHUI DENGAN JELAS APA YANG MAU DAN HARUS KITA LAKUKAN.
  • ....dan mereka masih bisa memaknai segala yang didapat sesuai apa yang mereka tahu.






"hidup bagai ombak di lautan raya.
selalu naik... dan turun.
jangan hanya terombang-ambing di atasnya,
tanpa tahu apa yang harus dilakukan.

menyelamlah!
dan rasakan betapa tenangnya samudra...

atau tetap berada di atas lautan
sambil menaiki papan selancar.
ombak naik turun, dan kita senang!
woohooo!"



no hope. no fear. no expectation.

Thank you, Om Salim.  
For these splendid and priceless teachings. 

6-11.08.2013 @ Jhana Manggala
&
16.08.2013 @ Apartemen Kusuma Chandra
(Recap Belabar 2013)

Sunday, August 11, 2013

(jikalau bisa) BICARA

Jikalau kucing bisa berucap dari meongan
mungkin saja ia bisa mendengarkan keluh kesah
dengan imbalan sekerat daging dan semangkuk susu

Jikalau bunga matahari bisa bicara
Ia bisa saja mengajarkan arti kesetiaan pada tiap fajar yang merekah
tanpa harus kita menebak-nebak
dan sok menjadi puitis seperti ini

Jikalau semut-semut yang menggotong bongkahan gula pasir
bisa terdengar jelas dari sini
mungkin kita tak akan tega membinasakan mereka
dengan sehelai tisu remeh yang mendarat di tong sampah
hanya demi pemandangan rapi di sekitar tempat menyesap kopi

kita akan kasihan pada nyamuk yang mengemis darah
begitu merana dengan dengingan menyerupai isak tangis
dan kembali meminta lagi, dan lagi, dan lagi, dan lagi.
Plak!
Tegakah kita mendengar erangan sebelum ajal menjemputnya?
Ya, kita lah Sang Ajal


Mungkin saja dunia akan menjadi sangat berisik
sampai kita ingin mengubur diri dalam tanah saja
lalu kembali semaput karena amuba pun sibuk merencanakan
strategi belah-diri yang lebih terintegrasi

Semesta akan begitu ramai, semerbak oleh bebunyian
tentang cacing yang berdemo pada petani tentang hak makan mereka
temannya, si belatung yang sibuk menangisi jenazah
sambil berpesta-pora prasmanan yang hiruk pikuk

tentang mawar yang berterima kasih kepada kumbang
yang telah membantunya beranak pinak
lalu tanpa sengaja jatuh hati, 
lamat-lamat terpesona oleh kebaikan si kumbang
lalu terdengarlah detak jantung sang mawar

yang kita transformasikan pada sipu-malu jantung yang merona
saat kita hadiahkan sang mawar kepada pujaan hati

Jikalau siput bisa berujar
ia akan ceritakan setiap detil yang tertangkap dalam kelambanan nya

Jikalau burung tak hanya bisa berkicau
mungkin mereka yang berbakat bisa bernyanyi bersama kita
dan menggelar konser di taman penuh rimbun beringin
betapa sejuknya...ujar sang angin
dan sang angin-pun ikut berdansa dengan damai
dan kita luruh dalam simfoni nan agung...

penuh cinta.. penuh kelembutan..

hey, angin.
bisakah sekalian kau sampaikan padanya?
bahwa aku suka dia?


sayup-sayup suara Once "Dewa" terlantun di benak...


*5-Agustus-2013
Menulis random begini ternyata asik juga. 
Hasil pembicaraan bodoh bersama Fenny 
di sela-sela bikin slide skripsi, ternyata menjelma jadi begini. haha!

we can speak to the Universe, we just forgot how to. maybe because of we were too busy to mind our 'useless' business that never end. Look. Feel. 

...aku ingin mengagumi mu secara berkecukupan

aku ingin mengagumi mu secara berkecukupan
tidak kekurangan, tiada pula kelebihan
seperti angkasa yang mencintai pelangi
yang lamat-lamat merona di pelukan langit biru
lalu perlahan mengundurkan diri dengan elegan

mengagumi mu yang muncul di satu pagi yang singkat
seusai deras hujan yang ditemani mentari yang mulai menerik...

seutas senyum manis yang pelit
di kala yang lain terbahak 

secercah wangi yang terbersit
saat intensitas jarak tak lagi ber spasi

sesegar semangka yang merebak
dan meleleh tepat di ulu hati
manis, wangi, sejuk nan alami

seteduh tatapan yang bersemayam di bawah alis tebal
seperti larut dalam samudra hening bening
lalu tak tahu bagaimana cara pulang...

klik.
lalu terkunci.
begitu cepat,
yang untungnya tidak nyata

tidak menyalahkan detik yang pendek umur
tak juga menyalahkan jantung yang kurang kuat
untuk bersapa lebih dari sekedar 'hai'

karena ini semua cukup...
untuk mengalami kepingan-kepingan masa yang terlontar
dan memerangkapkan saat itu
lalu selamanya terbingkai dalam angkasa raya

senyum pelit nan manis itu,
aku pun tak berharap untuk mencecapnya dari bola mata ini 
lagi dan lagi
dan hati ini terus tergelitik oleh kupu-kupu jahil yang jenaka

oke, oke. baiklah.
aku akan mencoba mengagumi dan menghargai 
ini semua, perasaan indah ini
dengan sangat berkecukupan, yang menenangkan

hingga bila dimensi waktu kita berpapasan di suatu masa
mungkin saja "sampai ketemu lagi"-mu itu
menggapai kenyataan.

itu saja, 
itu saja.


pengharapan tak mungkin bisa dilenyapkan dalam sekali sentilan jari
namun menikmati perasaan seperti ini dengan cara seperti ini
seperti pertama kali mencoba permen
you know how sweet is it,
but you love your teeth too!
so, just taste it enough, and let go.
and sip the water of consciousness.

anyway, i do really enjoy this.
this cute yet warming, yet (ever been) perfect moment. :)

*saat 'orang biasa' tiba-tiba menjadi 'tidak bisa dianggap biasa lagi'

Friday, August 2, 2013

baha(k)gia (siapa yang menciptakan senang itu?)


beberapa saat terakhir, lagi-lagi saya tersedot masuk ke dalam aktivitas 'bercermin' yang sedikit menyesakkan. Bukan karena sesal, sedih, atau amarah yang menggebu, namun semata-mata disebabkan oleh ketidakmampuan diri untuk mengontrol apa yang ingin dipilih untuk dirasakan. Ternyata... kita tidak sepenuhnya memiliki diri kita. Diri kita masih saja diperkosa oleh masa lalu, harapan masa depan, persepsi-persepsi (yang entah kapan sudah hadir di pikiran kita), dan saya berduka untuk itu.

Kata Ajahn Brahm, "Kita ber-hak atas kebahagiaan kita sendiri, tidak ada satu-pun orang yang ber-hak untuk mengambil pergi kebahagiaan kita."
Namun, dari cermin itu terpancang jelas, terkadang kita 'berbahagia' ketika kita menderita. Buktinya? Kita tetap memilih untuk menderita; kita membalas kemarahan orang yang membangkitkan amarah kita, kita tetap menangis untuk hal-hal yang sebetulnya dipikir-pikir sangat bodoh, dan... kita tidak benar-benar memiliki diri kita sendiri.

Saya mendapati diri saya terpuruk dalam ketidakberdayaan ketika orang lain menyulut emosi saya, dimana saya akan terbiasa untuk memberi emosi buruk itu energi lebih--dan ketika saya ingin menghentikannya... aaarggh, ternyata sangat sulit! Ada bagian dari diri saya yang bersahut penuh benci: "ini sama sekali tidak adil!", "kenapa ia melakukan hal ini kepadaku?", "dia benar-benar orang gila yang tidak bisa dimengerti!", "bisa-bisanya dia menginjak harga diriku dengan berkata seperti itu!"

....
dan lalu, rasanya saya ingin menangis.

....
saya tidak mampu mengontrol saya sendiri.


gosh!


Ini sulit ternyata. Satu-satunya hal yang bisa saya lakukan adalah mencari kembali penyebab dari segala kemarahan itu..dan tada! ternyata itu berasal dari diri saya juga (yes, being mature is never blame others for everything that happened in yourself)

diri saya yang masih egois, penuh kebodohan, dan butuh latihan kesabaran lagi dan lagi.

Saya jadi ingat tentang doa setiap malam yang saya panjatkan: "semoga kebijaksanaan bisa terus bertambah dan berkembang."

Dan saya diberikan ladang untuk menempa segala yang saya inginkan dan butuhkan, yaitu menjadi dewasa dan bijaksana, dan berguna.

So, i might be thankful? ;)

Seluruh dunia bisa saja tidak cocok dengan kepala saya, itu sangat wajar karena setiap manusia itu unik dan berbeda. Jadi, untuk apa menimbulkan energi buruk yang sedang mati-matian saya jinakkan?

Saya ingin menjadi orang yang bertanggungjawab penuh atas apa yang terjadi pada diri saya dan telah terjadi pada diri saya. 
Karena apapun yang telah oranglain perbuat kepada saya bukan semata-mata karena mereka jahat, tapi karena hanya itulah yang mereka ketahui. Jika mereka bisa selalu dan selamanya memberikan energi positif bagi saya, maka mereka pasti sudah tidak ada di dunia yang fana ini. 

"i won't let anybody walk through my mind with their dirty feet." - Mahatma Gandhi.

saya akan terus berlatih untuk tidak memberikan energi apa-apa pada hal yang sudah saya ketahui keburukannya, dan menambah energi kebaikan saya sendiri. Saya bukan tombol 'on-off' pada sakelar lampu yang begitu mudah dikendalikan oleh bermacam-macam orang. 

Saya tidak punya tombol apa-apa, karena saya akan bereaksi sesuai apa yang saya pilih untuk saya tunjukkan kepada siapa yang ingin saya tunjukkan.

things changed, that's the reason why we're suffering..
things changed, and that's also the reason why we're having happiness..