Tuesday, December 15, 2015

Spoken Words Script: The Talking Coffee. #Indonesia

Skrip Spoken Words ini ditulis dalam rangka mengikuti #OpenMic Unmasked Vol.2 
yang digelar pada Jakarta Biennale 2015.
Bekerjasama dengan PWAG Indonesia dan FemArts, kita bicarakan segala sesuatu tentang wanita.



“Secangkir kopi pahit yang tak mengerti, mengapa wanita itu selalu menyeduhnya di saat sendiri; mengapa wanita ituselalu memesan cappuccino yang cemen ketika sedang kopi darat di kafe-kafe cemen.”


The Talking Coffee.

Apa yang terjadi bila segelas kopi ini // pagi ini// 
mengajakmu berbicara?

Hai wanita dewasa yang mengaku-ngaku dewasa / 
aku sering tersipu kalau kau mendekatkan bibirmu yang baru dipulas gincu untuk mengecupku lalu selayak puisi kau nyalakan 
sedikit / 
sedikit / 
demi sedikit teguk-teguk yang mengetuk perasaan bahagia // 


Ah kau ini lucu / 
kau masih terseret kantuk / 
makanya kau lagi-lagi merengek sambil mewek // 
Bukan bukan / 
kau tak lucu / 
kau ini aneh / 
kau menatapku dan membiarkanku mengepul sambil kau melamun lalu kau campurkan airmatamu yang sepet lalu kau minum sendiri / 
sehingga kau terpaksa terjaga sepanjang malam sambil menyayat-nyayat kelam yang terlambat tertambat//
Kadang kau juga mengoyak-ngoyak kesabaranku / 
kau tak boleh membiarkanku dingin begitu saja hanya karena kau mendadak tidak mood minum kopi wahai wanita dewasa yang mengaku-ngaku dewasa! // 
Kau ini masih bocah / 
aku capek! // 
Eh, tapi bukankah kau dan para priamu memang jiwa-jiwa bocah yang membuncah dari tubuh orang dewasa? / 
Kalian mengawang dalam sesi-sesi kopi darat lalu berbincang tentang cuaca / 
neraca /
dan ayam rica-rica// 
Kadang kau terbahak bersama buaya / 
kau bermimpi bersama tukang tenun harap / 
kau bergurau dengan pangeran parau yang ternyata datang dari desa // 


Sebetulnya kopi darat tak begitu menyebalkan tapi aku sering frustasi karena kau / 
selalu / 
memesan / 
cappuccino // 
Apa kau sebenarnya tak pernah memujaku seperti tiap pagi kau menyesap segala pahit dan asam yang kelak bermuara di degup jantungmu?


Aku sering membaca benakmu / 
bagimu aku adalah sekelumit rumit yang tak kunjung pamit dan sesederhana itu kau terus mencinta // 
Ya aku sedang menyusuri benakmu / 
kopi yang dicampur setengah cangkir susu adalah jalan pintas agar kau merasa pantas dicintai / 
karena tak banyak yang hendak bersulit-sulit mempelajari pahit // 
Persetan dengan originalitas / 
kau hanya ingin dicintai dengan pas // 
Tak heran / 
kau sering terlepas // 
Namun setidaknya di pagi buta pukul lima sayup-sayup udara dingin mematuk kulit / 
kau masih tetap memilih menghirup bunyi denting sendok menggoda cangkir seraya merayakan sepi di ujung mimpi //


Ko-pi // 
Kotoran Pikiran // 
Kadang kau sebal denganku lalu menyebutku kotoran / 
namun denting sendok masih mengayun mengaduk kelebat pikiranmu yang mengundang ampas-ampas kembali merangkak ke permukaan // 
pekat hitam legam / 
tak mengerti juga kenapa kau mencintai setiap cangkir yang menyambut pagi dan pula menyimpan kelam sisa tadi malam dimana setiap titik bersinggungan tanpa bertemu titik temu//
Mungkin kau candu / 
kau rela membagi-bagi waktu tidurmu yang menguap di udara sambil terbawa suasana / berharap aku tetap menjadi alasanmu yang paling cerdas untuk mengikuti ritme jagad raya.


Sini / 
kuberitahu kau satu rahasia kaum biji kopi / 
menjelajah rasa selalu mendebarkan / 
kau kira aku mengerti mengapa aku adalah alasanmu untuk terbangun tiap pagi padahal aku pahit / 
padahal aku pun tak mampu mendefinisikan rasaku sendiri // 
Mungkin sebabnya hanyalah / 
karena /
 aku / 
kopi / 
apa / 
adanya / 
tanpa gula tanpa krimmer tanpa susu aku / 
melebur bersama semesta rasa //
Dan kau / 
wahai wanita dewasa yang mengaku-ngaku dewasa yang berusaha menjadi dewasa kalau perlu yang apa adanya / 
kau / 
pantas dicinta // 
Sepahit apapun ujung bibirmu /
 serumit apapun ujung benakmu  kau /  


pantas dicinta //

Locate me. Crematology Coffee Shop.

No comments: