Saturday, March 21, 2015

Besok.

"Besok."
Aku termangu, ucapan gadis kecil itu kepada ayahnya yang sedang menyupiri angkot yang kini kunaiki, mengapa begitu menohok?


Besok. Besok tak pernah datang. Besok hanyalah seutas senyum darinya; beberapa sentuhan ringan yang hinggap di pinggang, sukses mengirimi sengatan listrik ke tubuhku; tawa tercekatnya yang kemudian dihujani dengan teori-teori yang membuatku bergumam halus atau membantah sambil setengah berteriak membantahnya - akhirnya aku bisa membantahnya juga; atau menowel pipi berjanggut halusnya yang kalau terbahak, selalu menyisakan cekung yang begitu menggemaskan.

"Kita tak akan ke mana-mana?" tanyaku di suatu senja.

Ia menggeleng sambil membenamkan topi kupluknya lebih dalam lagi, matanya yang belo menghilang dari pandanganku. Gemas, kutarik ia mendekat. Tawanya lepas, patah-patah. "Heh, wanita gila! Memangnya salah, kalau kita cuma duduk-duduk di depan Sevel sambil ngeliatin mobil lewat?"

"Salah. I wanna travel around this city, go discover anything! Anything! Why would we just stay here like a dumb?!" suaraku bercampur energi, aku. mau. terbang.


"Besok."

Aku rasa, aku mendengarnya sayup-sayup berkata demikian. Atau mungkin hanya dalam ilusi semata. Aku suka obrolan penuh sahut-sahutan yang meledak menjadi bukan apapun bersamanya; kopi yang ia buatkan karena tidak-ada-kerjaan-lain; lambaian tangannya sewaktu kita memutuskan akan berjumpa lagi, besok.


Selamat Malam, katanya.

Ia buka lagi dengan Selamat Pagi.

Sampai entah kapan, semua menjadi tak menentu, lalu hilang bersama asap, menjadi asap.


tomorrow, tomorrow i love ya.

Besok.
Besok tak pernah datang, walau besok selalu menantang. 

Besok selalu ada sebagai harapan.
Dan ia tahu, aku tidak bodoh.



Walau kadang, aku menikmati kebodohan.
Bersamanya.
Selayak aku menikmati setiap detik yang berlalu dari ujung jemarinya, ujung bibirnya dan ujung pikirnya.



Karena ia suka menontoni lalu-lalang kendaraan di depan Sevel, dengan secangkir kopi hangat dan chitato... bersamaku.

Karena aku ingin melanglang buana bersamanya ke seluruh pelosok tempat, jemari yang saling bertaut, sesekali berbagi payung... bersamanya.

Karena itu, 
mungkin, 
sebaiknya salah satu di antara kita berkata, "Besok."


Tak pernah datang.



While it last,
enjoy.

No comments: