Wednesday, December 26, 2012

Cinta, Kebahagiaan, dan esensi lainnya



Kalau orang-orang selalu bilang bahwa mereka mencintai seseorang, akankah ada jaminan bagi orang tersebut untuk tidak menyakiti atau disakiti?

Dan bila orang-orang bilang kalau mereka sedang berbahagia, apakah kebahagiaan mereka itu adalah kebahagiaan juga bagi yang lain?

Cinta, Bahagia, dan semua esensi positif lain dalam hidup ini kadang begitu menggelikan, dan saking menggelikannya bisa menusuk sampai mengerang kesakitan. Cinta itu bisa diekspresikan (atau dipendam) melalui cara yang dipegang oleh masing-masing individu, dan dengan cara itulah mereka mencintai. Namun, tidak selamanya cara tersebut dapat diterima dengan lapang hati oleh pihak yang dicintai, karena pihak yang dicintai pun punya cara nya sendiri dalam konteks mencintai. Lalu, bila sudah begitu, dapatkah keduanya saling mencintai dan saling memberi kebahagiaan dengan cara yang berbeda?

Pertama kali saya tidak bisa menerima cara Orangtua saya mencintai saya dengan menyerobot sebagian besar hak saya dalam berkeputusan. 
Alasan? Selalu. Saya masihlah anak kecil lugu yang tidak tahu apa-apa, yang terdampar di dunia kejam bernama Jakarta. Mereka tak lagi percaya dengan semua yang saya anggap baik, yang saya anggap bersih. Mereka bersikukuh untuk melindungi saya, menggambar sebuah lingkaran dan melarang saya untuk melangkah pergi dari itu. Lalu kalau saya melakukannya? Baiklah, saya akan membuat mereka sangat sedih, dan itu akan membuat saya lebih sedih lagi, bukan?

Sulit untuk menerima cara yang sejak dulu telah diantipati. Namun lebih sulit lagi untuk membuat mereka menerima cara kita yang tidak pernah mereka anggap masuk akal.
Lalu, tidak. Saya tidak akan memaksa mereka untuk mengubah pola pikir mereka dengan cara yang tidak sopan. Saya-lah yang harus merubah cara saya mencintai, dan itu tidak sakit, bila saya belajar untuk melakukannya dengan hati yang besar.
Saya akan belajar, bukan semata-mata demi orang-orang yang saya sayangi, namun juga untuk memperluas hati saya, agar rongga-rongganya lebih lega, mampu disinari dengan cinta mereka yang lebih gemilang lagi.

Dan saya sadar, sebenarnya diatas cinta, kebahagiaan, dan esensi hidup yang positif lainnya tersebut, yang paling penting adalah menjaga keseimbangan. Dalam hal apapun.
Tiba-tiba pelajaran Sekolah Minggu Buddhis yang telah saya enyam belasan tahun lalu menggema di benak saya....

"Jika senar diatur terlalu kencang, maka akan putus.
Jika senar diatur terlalu longgar, maka suara nya tidak enak didengar
yang sedang-sedang saja."

Yang pas.
Yang seimbang akan menghasilkan keindahan dalam komposisi yang pantas untuk dinikmati.

Baik yang berlebihan, akan menjadi bodoh.
Jahat yang sedikit, akan menjadi rasional dan 'bijaksana' dalam konteks yang diinginkan.
Cinta yang berlebihan, akan menjadi posesif.
Melepas yang berlebihan, akan menjadi tidak peduli.
Benci yang berlebihan, akan menjadi atensi yang berlebihan.
Memikirkan sesuatu secara berlebihan, akan menjadi gila.
Tidak dipikirkan, akan menjadi bodoh selamanya.
lain lain. lain lain.

Menjaga segala sesuatu dalam kadar yang seimbang itu, ternyata sangatlah tidak mudah. Untuk menjaga, haruslah senantiasa terjaga.
Maaf karena aku masih kurang mencintai kalian, karena terkadang aku masih sangat terbiasa memakai cara ku itu.

*beberapa saat terakhir
pergulatan batin, yang pelan-pelan terlihat titik terangnya :)
22-12-12
Happy Mother Day


No comments: