Tuesday, April 3, 2012

Ketika Kurasa ia akan Memadamkan Mimpinya

Aku masih terpekur menatap siaran televisi, seorang gitaris dengan piawai memetik musiknya, sayup-sayup terdengar alunan melodi yang semakin lama semakin pudar suaranya. Entahlah, mungkin karena aku makin sibuk memperhatikan bermacam pikiran yang hilir mudik di benakku. 

Menonton tembang-tembang lawas yang pernah naik daun, nostalgia yang kental tiba-tiba merasuki seluruh pembuluh darahku.
Nostalgia yang membawaku kembali ke ingatan dimana kamu pernah dengan tekad idealismu belajar memahami alat musik petik itu--lalu menaklukkannya.
Ya, kamu berhasil.
Aku menjadi saksi dari segala dengingan sumbang yang menukik tajam hingga harmoni yang menggelitik kuping, mengajak bibir mengiringi nyanyianmu, sampai-sampai aku begitu bangga denganmu.
Yes, from the very deep of my heart, i'm touched and i really proud of you.
Mimpi bukanlah tuntunan.
Bukan pula suatu yang harus dikejar.
Mimpi berhak untuk dipilih.
Mimpi hanya butuh keberanian lebih untuk dinyalakan, karena aku tahu dengan sangat, mimpi itu ada disana. Entah disudut mana dalam hatimu, menunggu waktu yang tepat untuk dipilih. Namun, kita begitu sibuk dengan kenyataan, berputar-putar bersama pusaran manusia lain mencari pengakuan atas nama profesi.
Bisakah menanggalkannya sejenak?
Kembali ke hati, dan mulai mencintai apa yang sudah kita cintai sejak dulu. Tidak usah berlama-lama, karena mimpi hanyalah rumah dimana kita akan selalu pulang...
Karena mungkin tinggal terlalu lama dalam rumah bisa saja membuatmu bosan, dan kau butuh keluar dari rumah untuk mencari apa yang kamu mau, namun kau pun sadar bahwa kau takkan bisa hidup tanpa rumah.
Berilah ruang untuk bernafas lega dan lihatlah betapa ajaibnya mimpi itu.

Sudahkah kamu pulang ke rumah belakangan ini?
Aku rindu.


Kamu selalu.
Menjadi inspirasi.

Kamu yang pertama kali menyalakan lampu itu, membuatku yakin bahwa aku bisa mempertunjukkan lampu itu ke khalayak, memperkenalkannya dan membuat orang lain senang dan terinspirasi dengan cahaya yang kubawa. Aku selalu melihat cahaya itu juga dari setiap petikan gitarmu,gaung yang timbul dari dengungan gitarmu...
Maka dari itu, tolong...jangan padamkan lampu mu karena aku belum bisa menjelma menjadi kunang-kunang...

Aku masih mengulurkan tangan, menunggu saat-saat kau sadar dan menyambutnya. Karena bagiku, mimpimu-pun begitu berharga, dan sangat tidak seru mendapati diri kita tidak mencapai rumah pada kurun waktu yang hampir bersamaan...

Ketika kurasa kau akan memadamkan mimpimu...
aku hanya berharap, kau juga butuh aku untuk menghidupkannya kembali, lalu bersama-sama berpesta dakam benderang

di dalam rumah.

 

No comments: